Scroll untuk baca artikel atau klik (x)
BeritaLHOKSEUMAWE

Dugaan Konflik Kepentingan dan Kolusi dalam Penunjukan Langsung PT. PPLI oleh Pertamina Hulu Rokan dan PHE NSO di Lhokseumawe

324
×

Dugaan Konflik Kepentingan dan Kolusi dalam Penunjukan Langsung PT. PPLI oleh Pertamina Hulu Rokan dan PHE NSO di Lhokseumawe

Sebarkan artikel ini

0:00

Straight News

Lhokseumawe – siaga0724.com: Zulkifli, Sekretaris Pengurus Asosiasi Desa di Sekitar KEK Arun, Rabu (11/09/2024) pagi menyebutkan adanya dugaan konflik kepentingan dalam proyek pengelolaan limbah di Indonesia kembali mencuat. PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) diduga menerima penunjukan langsung dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada 15 Maret 2023, tanpa melalui proses tender terbuka yang sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa.

Beberapa pengamat menyebutkan bahwa penunjukan langsung ini dapat melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak-pihak terkait mengenai dugaan tersebut.

Dalam perkembangan terbaru di Provinsi Aceh, pada Juli 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8041 Tahun 2024 yang menetapkan sanksi administratif kepada PT Patriot Nusantara Aceh (PT PATNA) sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun. Tenant-tenant lain di KEK Arun, seperti PT Perta Arun Gas (PT PAG), Pertamina Hulu Energi NSO (PT PHE NSO), dan PT Pema Global Energi (PT PGE), juga dikenakan sanksi administratif karena dugaan pelanggaran terkait pengelolaan limbah dan baku mutu air limbah. Perusahaan-perusahaan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan sludge limbah B3 kepada pihak ketiga yang berizin dalam waktu 30 hari.

Beberapa sumber mengindikasikan adanya tekanan yang kuat terhadap perusahaan-perusahaan di KEK Arun untuk menyelesaikan kewajiban mereka terkait pengelolaan limbah. Bahkan, terdapat ancaman tindakan hukum pidana jika sanksi tersebut tidak dipenuhi, termasuk kemungkinan penutupan fasilitas pembuangan limbah. Dugaan muncul bahwa tindakan ini bertujuan untuk mengarahkan pengelolaan limbah kepada pihak tertentu, yang memicu spekulasi adanya konflik kepentingan dan kolusi.

Lebih lanjut, dalam diskusi internal, disebutkan bahwa evaluasi teknis terkait pelaksanaan pengelolaan limbah telah mengalami perubahan, yang menimbulkan dugaan adanya upaya untuk menguntungkan pihak ketiga tertentu. Tenant-tenant di KEK Arun, termasuk PT PAG dan PT PHE NSO, dilaporkan menerima instruksi untuk mematuhi arahan ini, dengan ancaman sanksi administratif dan pidana yang digunakan sebagai alat tekanan.

Baca Juga  Kekecewaan Warga Terhadap Pelayanan Alfa Mart Saat Membayar Angsuran.

Dugaan konflik kepentingan ini semakin kuat mengingat keterkaitan proyek pengelolaan limbah oleh PT PPLI dengan beberapa keputusan administratif yang diberlakukan kepada beberapa anak usaha Pertamina. Pada 2023, PT PPLI diduga menerima penunjukan langsung oleh Pertamina Hulu Rokan tanpa tender terbuka. Perusahaan ini memiliki hubungan dengan mantan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ilham Malik, yang kini menjabat sebagai komisaris di PPLI. Selain itu, Direktur Jenderal PSLB3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, juga menjabat sebagai komisaris di Pertamina Hulu Rokan.

Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), pernah mengungkapkan adanya perbedaan signifikan dalam nilai kontrak antara kontraktor sebelumnya dengan PT PPLI, yang diperkirakan mencapai Rp 5,5 juta per meter kubik. Hal ini menimbulkan dugaan adanya mark-up yang dapat merugikan negara.

Selain itu, PT PPLI juga pernah terlibat dalam insiden kecelakaan kerja di Blok Rokan pada Februari 2023, yang menewaskan tiga pekerja. Pengadilan Negeri Rokan Hilir menemukan adanya pelanggaran ketentuan keselamatan kerja oleh PT PPLI, termasuk tidak membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).

Sejumlah pihak berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum dapat menyelidiki lebih lanjut dugaan konflik kepentingan dan kolusi ini. Jika terbukti, pihak-pihak yang terlibat dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun serta denda maksimal Rp 1 miliar.

Praktik-praktik seperti ini, jika tidak segera ditindak, dapat merusak integritas pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas dalam proyek-proyek lingkungan sangat penting untuk menjaga kepentingan publik dan kelestarian lingkungan di masa depan.

Liputan: (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *