Straight News.
Aceh Tamiang – siaga0724.com: Konflik agraria di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, telah menggerus kepercayaan publik terhadap supremasi hukum. Di beberapa media online telah diterbitkan, Zulfadli, perwakilan LSM Perintis, menyoroti lambannya respons aparat penegak hukum dalam menangani sengketa tersebut. Penundaan penegakan hukum ini disinyalir berkontribusi pada eskalasi tindak kriminal, termasuk dugaan penculikan dan penganiayaan, serta mencuatnya kekhawatiran mengenai keberadaan kelompok sipil bersenjata. Kondisi ini berimplikasi pada erosi kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), dan Direktorat Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Sumatera Utara.
Kekecewaan publik ini dipicu oleh proses penanganan kasus dugaan penculikan ketua kelompok tani dan penganiayaan terhadap petani yang dinilai tidak efektif. Selain itu, kehadiran kepolisian di lapangan dianggap minim, sebatas pengamanan di kantor kepolisian. Zulfadli menyampaikan kekhawatiran bahwa kondisi ini dapat mendorong masyarakat untuk mengambil tindakan sendiri atau mencari perlindungan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Brigade Mobil (Brimob).
Evaluasi masyarakat terhadap kinerja kepolisian cenderung negatif, dengan anggapan bahwa slogan “Mengayomi dan Melindungi Masyarakat” belum terealisasi secara optimal dan dianggap sebagai upaya pencitraan semata. Kepolisian dinilai lebih memprioritaskan kepentingan pengusaha dan mengabaikan hak-hak masyarakat dalam konflik lahan tersebut, demi mengakomodasi kepentingan pemilik modal yang menguasai lahan. Masyarakat menaruh harapan kepada Bupati Aceh Tamiang untuk dapat memfasilitasi pengembalian hak-hak warga Tenggulun.
Liputan: (FAHKRUL RAZI, C.PS, C.TM/Redaksi)